04 January 2013

Pribadi Kontradiktif

Tubuhnya kurus dengan punggung sedikit membungkuk. Mungkin karena usia yang semakin lanjut. Sehari-hari mangkal di depan sebuah warung mie ayam yang selalu ramai dengan pengunjung. Dihadapannya sebuah baskom berisi kue cuwer, makanan khas Cilegon. Makanan yang terbuat dari tepung beras dengan campuran parutan kelapa muda. Ketika sore menyambut malam dan dagangannya belum juga habis, sepasang kaki ringkihnya membawanya berkeliling. Sebuah perjuangan yang tidak ringan di usianya yang menjelang senja. 
Mbok Hajar, satu pribadi lain yang juga berjuang untuk dirinya. Anak-anaknya yang sudah berumah tangga, tidak lebih beruntung darinya dari segi ekonomi. Setiap pagi berkeliling komplek menjalani profesinya sebagai pemulung. Tubuh kecil dengan keriput yang menandakan usianya menjelang senja. Ya, usianya sudah menginjak 70-an. Pergerakannya mulai lamban. Itu sebabnya kenapa penghasilannya semakin menurun. Kalah bersaing dengan pemulung lain yang masih muda dan gesit. Salah satu kebiasaannya adalah mengucapkan salam dan bersalaman dengan warga yang kebetulan bertemu atau sedang berada di halaman rumah.
Satu sosok lagi biasa terlihat di salah satu sudut pasar tradisional. Sesosok lelaki tua dengan gelaran berbagai peralatan dapur, seperti pisau, golok, garpu kebun, dan peralatan lain hasil tempaan pandai besi. Dengan setia menawarkan barang dagangannya kepada pengunjung yang melintas. Satu atau dua bilah pisau dapur dan barang-barang lain  berpindah tangan. Cukuplah untuk makan siang itu dan sore nanti. Menjelang sore, hamparan dagangan dirapihkan untuk dihamparkan lagi esok pagi.

Perjuangan yang membuat mereka  mulia dibandingkan dengan individu-individu lain yang
menadahkan tangan mengandalkan belas kasihan orang lain. Mengetuk pintu rumah yang satu kemudian ke rumah yang lain. Padahal, usia mereka belumlah terlalu renta. Bahkan banyak yang terlihat begitu gagah dan mampu berdiri tegak. Kemalasankah yang membuat mereka seperti itu?

Sepotong Kisah Di UGD


Dunia ini panggung sandiwara….begitu bunyi sebait lagu. Begitu beragam peran yang kita  mainkan, mulai yang kocak, mabuk kepayang, gembira, sekaligus bersedih. Peran apa yang kita mainkan hari ini? Peran bersedih tentunya sangat tidak kita inginkan. Akan tetapi ketika peran itu harus kita mainkan juga, apa daya kita untuk menolaknya?
Seperti peran, dengan setting di sebuah ruang UGD rumah sakit daerah, yang dimainkan seorang ibu ketika sang buah hatinya sakit. Buah hati yang sedang lucu-lucunya menjelang usianya yang ke-2 tahun harus berjuang melawan penyakit yang menyerang paru-parunya. Nafasnya pelan, matanya terpejam. Wajah tanpa dosa. Matanya kadang terbuka ketika sang ibu sedikit mengguncang tubuhnya, melihat sebentar ke arah ayah bundanya seakan berkata “Bunda, aku tidak apa-apa. Bunda jangan khawatir karena ada Allah yang akan menjadi penolongku”. Mata bening itupun tertutup lagi dengan menyisakan nafas satu-satu. Sang bunda semakin tidak berdaya ketika dokter yang menanganinya memvonis harus masuk ruang  ICU. Sang ayah pun tidak kalah kalutnya. Biaya darimana? Pertanyaan yang tidak sanggup diucapkan ketika dokter itu juga mengatakan ruang ICU di rumah sakit itu sedang penuh, tidak ada alternatif atau empati. Berarti harus mencari rumah sakit lain, rumah sakit swasta dengan biaya yang jauh lebih besar. Peran itu semakin berat karena tiada lagi upaya yang bisa dilakukan untuk sang buah hati tercinta selain berdoa. Sesekali sang kakak yang ikut mendampingi, membelai wajah mungilnya. “Dedek, bangun sayang….ini kakak”. Detik demi detik, tubuh mungil itu semakin lemah, memucat, dan nafasnya semakin pelan. Tubuhnya dingin dan mulai membiru. Ayah bundanya hanya bisa pasrah, sementara sang kakak hanya bisa menangis melihat penderitaan sang adik. Sang bunda pun jatuh pingsan ketika tubuh mungil itu berhenti bergerak, kembali ke pemiliknya yang hakiki. Tidak ada tarikan dan hembusan nafas lagi. Allah sudah mengambilnya kembali. Menyudahi penderitaannya. Dokter dan tenaga medis bergerak terlatih. Melepaskan selang-selang dan membereskan peralatan. Sementara sang ayah hanya terpaku pasrah, menyerah pada keadaan.

Cilegon, 02 Januari 2013.

25 June 2012

Rahasia Allah




Banyak rahasia kehidupan yang tidak kita ketahui. Terkadang kita mengeluh karena tidak mendapatkan apa yang kita minta atau inginkan. Seperti kata-kata bijak “Aku meminta bunga yang indah, tetapi Tuhan mengirimku kaktus. Aku meminta burung yang indah, tetapi Tuhan memberiku ulat. Aku pun tersenyum ketika kaktus itu berbunga dengan indahnya dan ulat pun bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu yang pandai menari”. Tetapi tidak jarang pula kita mendapatkan lebih dari apa yang inginkan.

Pertama
Beberapa tahun yang lalu, ketika teknologi prosesor Pentium IV mulai memasuki pasar, sebagai seorang teknisi komputer freelance, aku bertekad untuk tahu dan mampu mengatasi permasalahan komputer dengan teknologi tersebut.  Ketika di kotaku akan diadakan worshop merakit komputer dengan teknologi Pentium IV, aku pun bertekad untuk mengikuti worshop tersebut walaupun harus mengeluarkan biaya. Satu hari sebelum aku melakukan pendaftaran, sebuah pesan singkat masuk. “Pak, bisa bantu menjadi instruktur workshop merakit komputer?” Dengan tegas aku jawab “Bisa”. Training singkat diberikan untuk para calon instruktur. Alhamdulillah, pengetahuan akan teknologi yang kubutuhkan dapat diperoleh tanpa harus mengeluarkan biaya. Sebaliknya, ada tambahan uang saku dari panitia serta sebuah T-Shirt dan piagam sebagai kenangan-kenangan.

Kedua
Ketika ada kabar aku akan ditugaskan di Kota Palembang untuk beberapa hari, yang terbersit adalah bagaiamana caranya mengunjungi Jembatan Ampera yang menjadi ikon kota ini. Apa yang aku dapat? Lokasi kerja dan tempat kost-ku terpisah jembatan bersejarah itu. Artinya, dua kali dalam satu hari aku melewatinya.

Rahasia Allah memang tidak bisa kita tebak. Selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki dan dapatkan, hanyalah salah satu cara memahami rahasia-Nya.

Ketika Putri Kecilku Jatuh Cinta


Hari ini, hari ke enam aku menjalani tugas di Bumi Sriwijaya dengan ikon Jembatan Ampera-nya. Naite-ku bergetar dan pada layarnya tampak gambar amplop. Pesan singkat dari siapa gerangan? “Ayah, anaknya lagi jatuh cinta.  Saat rasa keduanya tumbuh, sang pangeran pindah sekolah. Patah hati n sedih karena Kamis ini berangkat…Nah lho??” itu bunyi pesan singkat yang kuterima dari isteriku siang ini.
Ah, tidak terasa putri kecilku telah menjelma menjadi seorang remaja putri. Dan sekarang mengalami pernik-pernik kehidupan layaknya remaja yang lainnya. Sebuah perasaan yang wajar dan akan dialami oleh siapapun. Sikap bijak sebagai orang tua, tentunya dengan memberikan pengertian agar tidak terbawa perasaan dan melakukan hal-hal diluar batasan.
Tanpa kita sadari fase kanak-kanak putra putri kita begitu cepat berlalu. Kini, fase berikutnya sudah didepan mata. Fase dimana pencarian jati diri dimulai, kelabilan emosi yang mendominasi, dan hal-hal lain yang begitu rentan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang terlarang dan menyesatkan.
Bisa aku bayangkan betapa beratnya tanggung jawab seorang ibu ketika harus mengawasi anak-anaknya tanpa kehadiran sang suami setiap hari. Beruntunglah teknologi komunikasi sudah sedemikian canggih dengan segala kemudahannya, walaupun tidak serta merta dapat menggantikan keberadaan seorang ayah di tengah putra putrinya. Paling tidak, komunikasi dapat dilakukan kapan pun dengan biaya yang relatif murah.
“Cinta yang utama adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasa suka kepada lawan jenis adalah fitrah manusia yang kita syukuri, tetapi harus tetap kita jaga jangan sampai melebihi cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya” Kata-kata itulah yang akhirnya aku kirimkan sebagai balasan pesan singkat dari isteriku.
Selamat datang di duniamu yang baru, putriku sayang. Tetap berpegang  teguhlah pada ajaran agamamu demi keselamatanmu di dunia dan akhirat kelak.

07 June 2012

Bravo-Charlie – part2


Hubungan antara Bravo-Charlie ternyata tidak sesederhana yang aku bayangkan. Tidak seperti sopir tembak mikrolet atau metromini. Mereka mempunyai ikatan yang cukup ketat karena dituangkan dalam perjanjian diatas kertas. Perjanjian itu meliputi hak dan kewajiban antara Bravo-Charlie. Charlie tidak hanya sekedar mendapatkan keuntungan dari selisih pendapatan dengan setoran, tetapi juga persentase nilai jual kendaraan ketika masa angsuran berakhir.
Bravo yang mengangsur kendaraannya bekerjasama dengan orang lain, apakah itu teman atau saudaranya, ketika mendapatkan giliran off bisa menjadi Charlie untuk Bravo yang lain. Dengan demikian dia masih mendapatkan penghasilan ketika jadualnya libur plus prosentase dari nilai penjualan kendaraan setelah lima tahun menjadi seorang Charlie.
Hubungan antara Bravi-Charlie tidak selamanya mulus, dikarenakan sifat rakus dan serakah yang masih melekat dihati. Umumnya terjadi perselisihan disengaja antara Bravo-Charlie menjelang akhir angsuran, agar Bravo tidak perlu membagi uang hasil penjualan kendaraannya.

Bravo-Charlie – part1


Ini ilmu baru hasil ngobrol bareng pengemudi taksi, dengan dominasi warna biru, dalam perjalanan Kalibata-Fatmawati. Berbeda dengan pengemudi ketika berangkat yang cenderung lebih banyak diam, bapak yang satu ini justru berinisiatif mengajak pelanggannya ngobrol. Mungkin karena mobil yang dibawa tidak ada fasilitas entertainnya kali, ya…. Padahal perusahaannya sama.
Akupun basa-basi bertanya tentang jam keluar dari poolnya, jam masuk pool, potongan komisi jika telat masuk pool, sampai akhirnya obrolan merembet ke pola perolehan pendapatan. Diperusahaannya beliau merasa nyaman dengan dengan pola komisi. Karena tidak perlu cemas dengan jumlah pendapatan. Berapapun hasilnya, hanya akan mempengaruhi jumlah komisi yang beliau terima. Ditambah lagi dengan jaminan kesehatan untuk dirinya dan keluarganya. Walaupun harus membayar sejumlah uang per bulan, yang aku prediksi sebagai premi asuransi, namun tidak merasa keberatan karena jumlahnya hanya Rp 15.000 per orang.
Beliau membandingan dengan rekan-rekannya sesama pengemudi taksi dari perusahaan lain. Memang ada kelebihannya, yaitu setelah 5 tahun masa angsuran, kendaraan menjadi milik sendiri. Untuk usaha yang sama? Ternyata tidak juga. Karena hanya diperbolehkan untuk menggunakan selama 6 bulan setelah lunas. Setelah itu? Ya, bermatemorfosis menjadi mobil pribadi. Harus ganti nama dan cat ulang. Setelah itu biasanya dijual. 
Selama periode angsuran, mereka harus menyediakan uang setoran dengan jumlah tertentu setiap harinya. Tanpa kecuali. Nah, disinilah kreatifitas calon pemilik yang disebut dengan istilah Bravo. Bagaimana supaya tetap ada setoran walaupun sedang berhalangan, Entah karena sakit atau keperluan yang lainnya. Pengemudi cadangan, yang disebut Charlie,  harus dipersiapkan untuk mengantisipasi kondisi tersebut.

31 May 2012

Terminal Bayangan Di Ruas Tol Jakarta-Merak


Bagi pengguna moda transportasi bis yang setiap hari pulang pergi melalui ruas tol Merak-Jakarta, tentunya bukan merupakan pemandangan aneh lagi dengan banyaknya calon penumpang  yang menunggu di sepanjang ruas tol tersebut. Meskipun undang-undang melarang mereka untuk memasuki jalan tol, bagi mereka tidak lebih sekedar aturan. Kebutuhan akan moda transportasi yang murah, cepat, dan nyaman seakan menafikan adanya aturan tersebut. Ancaman bahaya karena menunggu angkutan di ruas tol seakan tidak mereka pedulikan. Padahal adanya undang-undang tersebut disatu sisi untuk melindungi keselamatan masyarakat yang tinggal disekitar ruas tol. Karena pada umumnya pengemudi diruas tol melaju dengan kecepatan tinggi.

Kemampuan secara finansial, juga menjadi salah satu alasan mengapa mereka menunggu angkutan diruas tol, bukan di terminal. Mereka tidak perlu membayar tarif penuh karena sudah melewati petugas kontrol penumpang. Artinya ongkos yang mereka bayar bisa jadi uang tambahan atau keperluan lain bagi awak bis diluar biaya yang ditanggung oleh perusahaan.  Untuk itu mereka rela untuk berdiri dan berdesak-desakan selama perjalanan.

Praktik seperti ini bukan tanpa akibat, karena menghambat perjalanan penumpang yang lain. Tetapi tidak ada pilihan lain, karena hampir semua awak bis melakukannya.  Berbagai macam cara sudah dilakukan pihak pengelola untuk mencegah mereka memasuki jalan tol, tetapi selalu ada cara yang mereka temukan untuk melakukannya kembali.